Pengamat Politik LIPI Prof. Ikrar Nusa Bhakti
mengungkapkan kekagetannya terhadap hasil survei yg menyebutkan bahwa
mayoritas masyarakat Indonesia menginginkan Syariah.
Beliau menyatakan keheranannya, jk benar 72 persen masyarakat menginginkan syariah, mengapa PBB yg tegas mengusung syariah, atau pun juga partai Islam lain malah kalah telak dalam Pemilu.
Mengenai ketidaknyambungan tersebut, tidak tepat jika umat Islam jadi pihak yg disalahkan. Semestinya yg harus dipertanyakan justru kinerja parpol-parpol “bernuansa” Islam itu sendiri. Mereka mengaku partai Islam, tetapi acap berpikir dan bertindak tidak islami. Kinerja partai Islam tidak dilihat oleh umat benar-benar mencerminkan bentuk perjuangan utk Islam.
Lihatlah, di satu sisi dalam kampanye mereka selalu menyatakan diri sebagai partai harapan umat, rumah besar umat Islam, pejuang aspirasi Islam dsb. Umat terus-menerus diminta, “Pilihlah partai Islam, Jangan golput, kalau tidak ingin Indonesia dikuasai oleh pemimpin sekuler”.
Namun, setelah benar dipilih dan mendapat suara sekian persen, justru seakan lupa untuk mewujudkan apa yg sebelumnya telah diobral dalam janji-janji selama kampanye. Alih-alih berjuang untuk Islam, partai Islam malah berkoalisi dan membebek kepada partai sekuler. Jika demikian, lalu untuk apa umat mendukung partai Islam, jika akhirnya dukungan itu malah dipersembahkan demi kursi kekuasaan kepada partai sekuler.
Maka tidak tepat menyalahkan umat begitu saja bila tidak memilih. Ibarat orang yg ingin membeli buah yang segar dan manis, apabila buah yang dimaksud tidak tersedia, lalu ia tidak jadi membeli, jangan salahkan yang tidak mau beli. Jangan salahkan mereka yang merasa tidak ada gunanya memilih. Namun si “penjual buah” yang seharusnya instropeksi.
Beliau menyatakan keheranannya, jk benar 72 persen masyarakat menginginkan syariah, mengapa PBB yg tegas mengusung syariah, atau pun juga partai Islam lain malah kalah telak dalam Pemilu.
Mengenai ketidaknyambungan tersebut, tidak tepat jika umat Islam jadi pihak yg disalahkan. Semestinya yg harus dipertanyakan justru kinerja parpol-parpol “bernuansa” Islam itu sendiri. Mereka mengaku partai Islam, tetapi acap berpikir dan bertindak tidak islami. Kinerja partai Islam tidak dilihat oleh umat benar-benar mencerminkan bentuk perjuangan utk Islam.
Lihatlah, di satu sisi dalam kampanye mereka selalu menyatakan diri sebagai partai harapan umat, rumah besar umat Islam, pejuang aspirasi Islam dsb. Umat terus-menerus diminta, “Pilihlah partai Islam, Jangan golput, kalau tidak ingin Indonesia dikuasai oleh pemimpin sekuler”.
Namun, setelah benar dipilih dan mendapat suara sekian persen, justru seakan lupa untuk mewujudkan apa yg sebelumnya telah diobral dalam janji-janji selama kampanye. Alih-alih berjuang untuk Islam, partai Islam malah berkoalisi dan membebek kepada partai sekuler. Jika demikian, lalu untuk apa umat mendukung partai Islam, jika akhirnya dukungan itu malah dipersembahkan demi kursi kekuasaan kepada partai sekuler.
Maka tidak tepat menyalahkan umat begitu saja bila tidak memilih. Ibarat orang yg ingin membeli buah yang segar dan manis, apabila buah yang dimaksud tidak tersedia, lalu ia tidak jadi membeli, jangan salahkan yang tidak mau beli. Jangan salahkan mereka yang merasa tidak ada gunanya memilih. Namun si “penjual buah” yang seharusnya instropeksi.
0 Komentar:
Posting Komentar